http://kosmos-sunda.blogspot.co.id/
Dalam Pikukuh Sunda mengatakan
:
" Tanda-tanda negara subur
makmur gemah ripah loh jinawi adalah jika air sungainya dapat langsung
diminum"
" Tanda-tanda kebersihan
hati-nurani suatu bangsa terukur dari kejernihan air sungainya".
Filosofi yang digunakan Genghis Khan; "larangan mencuci di sungai bagi bangsa Mongol".
Memperhatikan hal kecil telah membuat Genghis Khan menjadi Khan.
Memperhatikan hal kecil telah membuat Genghis Khan menjadi Khan.
SANG HYANG PATANJALA
Air Yang Menjadi Prinsip Kehidupan
Bangsa Indonesia
Oleh: Lucky Hendrawan
Bumi Degha 28 April 2012
SampuraSUN,
Masyarakat Jawa Barat mengenal istilah
Sang Hyang Patanjala dari keberadaan cerita Sri Maharaja Guru Resi Prabhu Sindu
La Hyang (Sang Hyang Tamblegmeneng) sebagai Raja Kendan. Dalam cerita beliau
memiliki 5 orang 'anak' yang dikenal sebagai "Panca Ku-Ci-Ka" yang
terdiri dari :
-. Sang Hyang Nandiswara
-. Sang Hyang Garga
-. Sang Hyang Purusha
-. Sang Hyang Manisri
-. Sang Hyang Patanjala
Sesuai dengan cara, pola & gaya
penyimpanan data yang dilakukan oleh para leluhur bangsa bentuk
"personifikasi" atas Sang Hyang Patanjala kerap-kali dianggap sebagai
sosok manusia secara biologis...padahal mungkin saja hal tersebut dikemudian
hari menjadi "gelar kehormatan" terhadap seseorang, seperti yang
diberikan kepada Sang Tritrusta Ra-Hyang Tarusbawa raja Sunda Sembawa.
Patanjala adalah landas pemikiran
(konsep) mengenai pengelolaan air yang mucul dari sumber mata-air menuju sungai
hingga bermuara di samudra. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan persoalan 4 inti kehidupan mahluk di
bumi (khususnya bagi manusia) : Api, Angin, Air, Tanah.
Pemikiran dalam Pikukuh Sunda mengenai
"Ibu Agung / Ibu Pertiwi" rupanya bukan hanya slogan, sebab pada
kenyataannya ibu / bumi ini benar-benar "hidup" (bernafas, bergerak
dan tubuhnya dialiri berbagai unsur), jadi prinsip kerja tubuh bumi mirip
dengan raga manusia atau setidaknya; kondisi bumi ditentukan oleh manusia dan
juga sebaliknya kondisi manusia ditentukan oleh bumi (jagat alit - jagat
agung).
Patanjala adalah urat-urat air yang
mengaliri raga-tubuh Ibu Agung (bumi), dari hulu ke hilir dan kembali berulang,
siklus tersebut telah terjadi sejak milyaran tahun yang lalu. Urat-urat bumi
yang mengalir dari puncak-puncak gunung turun membawa berbagai mineral dan
sari-pati makanan yang dibutuhkan oleh hewan, tumbuhan serta manusia, hingga
kelak melahirkan berbagai "peradaban".
Maka teori yang menyebutkan bahwa
seluruh bangsa yang memiliki peradaban adi-luhung berawal dari sungai itu
"benar", seperti : Huang Ho & Yang Tse Kiang, Amazon &
Misissipi, Gangga, Nil, Eufrat & Tigris, dsb. Namun demikian tentu semua
perkembangan peradaban tersebut harus berlandas dan dipicu oleh ilmu
pengetahuan yang luhur (kecerdasan, kebijakan & kebajikan), tanpa hal
tersebut mustahil terbangun tatanan peradaban.
Patanjala secara mendasar terbagi dalam
3 kewilayahan yang sangat erat berkaitan dengan "gunung &
hutannya";
1. Wilayah Larangan - Hutan Larangan
--> Sumber / Wiwitan
2. Wilayah Tutupan - Hutan Tutupan
--> Cadangan
3. Wilayah Baladaheun - Hutan Baladaheun
/ Hutan Olahan (Perkebunan & Pertanian).
Ketiga wilayah ini harus dijaga dengan
baik (terjaga "kesuciannya"), oleh sebab itu sering disebut sebagai
"tanah suci" dan wilayah paling sakral (dikeramatkan) disebut sebagai
"kabuyutan"(Wilayah Larangan) yang hanya boleh dimasuki oleh orang
tertentu saja (*orang 'suci'), pun jika terjadi kerusakan secara alami.
Maka dari itu setiap wilayah / tanah
suci (Hutan Larangan) disebut sebagai Sa-Saka Domas yang ditandai oleh Arca
Domas, dan seluruh kesatuan tanah suci disebut Sa-Loka Domas. Sayangnya
pengertian istilah dalam suatu kewilayahan tersebut sudah semakin asing
terdengar di telinga generasi sekarang sehingga banyak wilayah larangan rusak
dan hancur dengan tidak semestinya.
Berdasarkan tata-wilayah / tata-ruang,
maka selayaknya aliran sungai itu dikelola oleh masing-masing kelompok
masyarakatnya (tata-kelola / tata-kuasa) dan karena setiap daerah memilik ruang
kebutuhan yang berbeda-beda maka tatanannya pun akan beragam, menyesuaikan diri
dengan sendirinya. Oleh sebab itu penataan air yang paling ideal tentu tidak
memusat, apalagi bersifat penguasa tunggal (monopoly) dengan demikian setiap
kelompok masyarakat dituntut "bertanggung-jawab" terhadap wilayah
airnya masing-masing.
Patanjala pada tubuh manusia setara
dengan "aliran darah" yang mengalir dari sirah (hulu / kepala) hingga
dampal (telapak kaki), tersumbatnya aliran darah karena 'kotor / rusak' dsb.
tentu mengakibatkan masalah yang tidak diinginkan seperti "stroke, darah
tinggi, jantung, kurang gizi, diabetes dll...dsb (*tanya sama dokter). Maka demikian
pula hal nya aliran sungai pada tubuh bumi, jika terjadi "kerusakan"
boleh jadi dampak yang ditimbulkan mirip dengan keadaan manusia yang bermasalah
pada saluran darahnya... (*belum lagi soal mutu air).
Karena manusia dan bumi merupakan dua
unsur yang tidak terpisahkan maka; rusaknya lingkungan hidup (Tanah & Air)
tentu akan menimbulkan dampak terhadap manusianya... dan proses kerusakan
(kehancuran) tersebut sedang terjadi saat ini artinya; jika kita tidak segera
berbuat sesuatu terhadap lingkung kehidupan maka sama dengan menunggu
pemusnahan masal. (*setidaknya dampak itu akan dirasakan oleh generasi yang
akan datang / anak-cucu).
Seluruh bangsa Indonesia yang senyatanya
tinggal di Negeri Tirta Dewata ini selayaknya turut berperan serta dalam menyelaraskan
kehidupan bagi Tanah & Air di masing-masing wilayah dan pada bidangnya
masing-masing (*Perlu tindakan serentak dan bersama dalam memulihkan
lingkungan). Turut menanam pohon, hemat air, menjaga kebersihan lingkungan,
tidak membuat sampah (sampah kimia & plastik) dll, menghormati dan menjaga
kabuyutan di masing-masing wilayah, sertamelakukan segala hal yang berguna bagi
percepatan pemulihan tanah & air akan sangat membantu bagi kehidupan
manusia sekarang dan yang kelak akan datang.
Patanjala adalah tubuh kita sendiri dan
tubuh kita adalah bagian dari Ibu Agung, jika bangsanya sehat maka negaranya
kuat.Dengan demikian cerminan mengenai nilai-nilai Sang Hyang Patanjala itu ada
pada diri kita dan hal tersebut akan tercermin pada mutu aliran-aliran sungai
yang ada di negara kita.
Dalam Pikukuh Sunda mengatakan :
" Tanda-tanda negara subur makmur
gemah ripah loh jinawi adalah jika air sungainya dapat langsung diminum"
" Tanda-tanda kebersihan
hati-nurani suatu bangsa terukur dari kejernihan air sungainya"
***...air minum yang ada dihadapan kita, yang kita gunakan untuk mandi
dan mencuci, air yang telah berjasa memberikan kehidupan kepada raga-tubuh kita
sesungguhnya telah berumur jutaan tahun bahkan milyaran tahun... maka sangat
wajar jika kita menghormatinya dengan sepenuh hati...
Pun Tabe Pun
Mugia Rahayu Sagung Dumadi