Mitos Nyi Pohaci Oleh Prof.
Drs. JAKOB SUMARDJO.
Nyi Pohaci tidak dilahirkan
oleh siapa pun. Ia berasal dari sebutir telur. Dan telur itu semula berasal
dari tetesan air mata Dewa Naga Anta (dunia bawah). Pada awalnya Dewa Guru
(dunia atas) mau membangun istananya. Semua dewa bergotong royong membangun Bale
Mariuk - Gedong Sasaka Domas. Hanya Naga Anta tidak dapat ikut membangun,
karena tidak punya tangan untuk bekerja. Batara Narada, wakil Dewa Guru,
memarahi habis-habisan Naga Anta. Sang Naga menangis oleh keterbatasan
kodratinya, mau tetapi tidak mampu. Dalam menangis itu Naga Anta meneteskan
tiga air mata. Tetesan itu serta merta berubah menjadi tiga butir telur. Ketiga
telur itu dibawa Naga Anta kepada Dewa Guru dengan cara digigit. Di tengah
jalan ia ditegur Elang, tetapi tidak dijawab, karena mulutnya menggigit tiga
telur. Elang marah dan menyambar Naga Anta, akibatnya dua telur jatuh di bumi
dan menjadi Kakabuat dan Budug Basu (semacam babi hutan). Hanya sebutir telur
sampai di depan Dewa Guru. Setelah Naga Anta disuruh mengeraminya, maka dari
telur itu keluarlah seorang bayi perempuan yang cantik, dinamai Nyi Pohaci.
Bayi disusui sendiri oleh istri Dewa Guru, Dewi Umah. Setelah Nyi Pohaci
remaja, Dewa Guru bermaksud memperistrinya. Akan tetapi Nyi Pohaci jatuh sakit
dan mati. Oleh Dewa Guru, mayat Nyi Pohaci diperintahkan untuk dikubur di dunia
tengah (tempat tinggal manusia). Dari kuburan Nyi Pohaci muncullah macam
tanaman yang amat berguna bagi manusia Sunda. Kepalanya menjadi pohon kelapa.
Mata kanannya menjadi padi biasa (putih). Mata kirinya menjadi padi merah.
Hatinya menjadi padi ketan. Paha kanan menjadi bambu aur. Paha kiri menjadi
bambu tali. Betisnya menjadi pohon enau. Ususnya menjadi akar tunjang.
Rambutnya menjadi rumputan. Pendek kata, semua tumbuhan yang amat dibutuhkan
masyarakat Sunda berasal dari tubuh Nyi Pohaci. Tetapi segala tanaman tadi
selalu dirusak oleh Kalabuat dan Budug Basu. Untunglah Yang Maha Wenang
menciptakan Jaka Sadana (Sulanjana), Sri Sdana, dan Rambut Sadana, yang juga
disebut Talimenar dan Talimenir, yang berasal dari tiga tetes air matanya.
Ketiganya bertugas memelihara segala tanaman yang dibutuhkan masyarakat Sunda
tersebut (pantun Sulanjana). Dewa Guru memerintahkan Batara Semar untuk
mengembangbiakkan tanaman-tanaman itu di Kerajaan Pajajaran. Begitulah inti
mitologi itu. Jadi Nyi Pohaci adalah berkah hidup masyarakat Pajajaran. Dari
kematiannya tumbuh kehidupan. Tanpa Nyi Pohaci, masyarakat Sunda tidak
memperoleh sumber kehidupannya. Itulah sebabnya masyarakat Sunda di zaman
pertaniannya dulu amat menghormati Nyi Pohaci. Pola pikir Sunda Di mana letak
segi rasionalitasnya? Pikiran orang modern membutuhkan pola pikir Sunda di
balik mitologi itu. Rasionalitas dari mitologi itu terletak pada pola tritangtu
Sunda. Pola tiga ini banyak hadir dalam realitas kesadaran masyarakat Sunda
untuk memaknai realitas faktual ruang Sunda. Pola hubungan tiga ini ada dalam
pengaturan kampungnya, pengaturan rumah tinggalnya, pengaturan ekologinya
(leuweung, lembur laut), pola tenunnya, pola peralatannya, dan banyak lagi.
Dasar dari semuanya ini adalah pola kosmiknya yang holistik. Ada langit (dunia
atas), ada bumi (dunia bawah) dan ada dunia manusia (dunia tengah). Ketiganya
membentuk kesatuan tiga, yang kalau digambarkan secara modern akan berbentuk
segitiga sama kaki. Di puncak segitiga adalah dunia atas (langit), dan di dasar
segitiga ada dunia bawah (bumi) dan dunia tengah (manusia di atas bumi).
Kampung Baduy rupanya dipasang dalam pola tiga kosmik ini. Kampung Cikeusik
adalah dunia atas (langit, di puncak segi tiga) Cikertawana (dunia tengah) dan
Cibeo (dunia bawah), keduanya didasar segi tiga. Begitu pula rumah Sunda buhun
dibangun dalam pola ini. Atap (dunia atas, biasanya arah atap ke hulu dan hilir
atau arah atas dan arah bawah), tempat tinggal keluarga (dunia tengah) dan
kolong rumah (dunia bawah). Dalam mitologi Nyi Pohaci kita di atas, pola ini
tetap dipakai. Dari mana asal segala tumbuhan keperluan hidup para petani Sunda
di zaman dulu? Dari tubuh Nyi Pohaci. Dari mana asal Nyi Pohaci? Ternyata dari
dunia bawah, dibawa ke dunia Atas, baru diturunkan di dunia tengah manusia
Sunda (Buana Panca Tengah). Nyi Pohaci "lahir" dari sebutir telur
bersamaan dengan dua butir telur yang lain. Dari tiga telur akibat penderitaan
Naga Anta itu (menangis) hanya satu telur yang sampai di dunia atas (Dewa
Guru). Dua telur yang lain jatuh di bumi manusia (dunia tengah). Nyi Pohaci
merupakan satu- satunya telur yang menjadi "manusia" di dunia atas,
sedang dua telur yang lain ada di dasar segi tiga kita. Nyi Pohaci yang tumbuh
di dunia atas ini, mati di dunia atas pula. Kematiannya karena dicintai
"pembesar" atau "penguasa" dunia atas, Dewa Guru. Maka ia
dikirim ke dunia tengah dan menjadi segala jenis tanaman di sana. Dengan
demikian, segala tanaman itu adalah wujud emanasi mahkluk dunia atas, karenanya
sakral. Orang tidak boleh memperlakukan segala tanaman itu seenaknya sendiri,
harus ada rasa hormat yang dalam untuk memanfaatkannya. Di sini terlihat bahwa
Nyi Pohaci dimusuhi oleh dua asal kodratnya yang sama, Kalabuat dan Budugbasu.
Tanaman dan hama itu sebenarnya merupakan dua pasangan antagonistik. Setiap
kehidupan muncul, selalu ada pasangan kematiannya. Setiap ada tanaman, selalu
ada hama perusaknya. Dua kenyataan berbalikan itu harus diterima manusia.
Berkah dan malapetaka itu berasal dari sumber yang sama. Dalam saat yang
demikian Yang Maha Wenang menganugerahkan pemecahanNya, yakni mengirimkan tiga
pasangan pemusnah hama. Masing-masing Jaka Sadana, Sri Sadana dan Rambut
Sadana, atau Sulanjana, Talimenar dan Talimenir. Dalam alam pikiran masyarakat
Sunda- Islam, Kalabuat dan Budugbasu ada di bawah pimpinan Idajil.
Mitologi Nyi Pohaci mengajarkan
bahwa semua tanaman yang memberikan manfaat hidup kepada manusia berasal dari
dunia atas. Segala ancaman hama dan kerusakan itu berasal dari dunia tengah.
Dunia manusia itu tidak sempurna, meskipun telah dihadirkan "yang
sempurna" dari dunia atas. Kesempurnaan atau kebaikan semacam itu
sebenarnya lebih bersifat rohani-adikodrati. Pola tiga ini distruktur dengan
jalan "harmoni" Bawah-Atas terlebih dahulu. Nyi Pohaci berasal dari
setetes air mata Naga Anta yang bermakna rohani- adikodrati dunia bawah. Dari
dunia bawah (bumi) dibawa ke dunia atas (langit), baru diturunkan ke dunia
tengah manusia. Struktur hubungan bawah - atas - tengah ini terdapat di berbagai
mitologi Sunda yang lain, misalnya pada wawacan Guru Gantangan. Nyi Pohaci
adalah hasil harmonisasi dunia bawah dan dunia atas, sehingga lebih menekankan
segi skralitasnya, atau kesempurnaan dan kebaikannya. Cara berpikir atas -
bawah - tengah ini melambangkan bersatunya unsur bumi dan langit atau tanah dan
air (hujan) dalam kehidupan orang peladang, yang akan menumbuhkan segala jenis
tanaman yang dibutuhkan masyarakat Sunda. Di dunia tengah (manusia) berlaku
hukum kausalitas, yakni segala tumbuhan akan subur kalau air hujan bertemu
dengan tanah. Rusaknya tanaman juga terjadi karena hukum kausalitas, yakni
dimakan hama. Tetapi terjadinya tiga butir telur dari tiga titik air mata di
dunia bawah tidak berlaku hukum kausalitas, tetapi hukum spontanitas. Bagaimana
bisa dimengerti oleh manusia bahwa tiga tetes air mata dapat menjadi tiga butir
telur. Dan tiga butir telur tiba- tiba menjadi tiga mahluk hidup, Kalabuat,
Budugbasu, dan Nyi Pohaci? Bagaimana pula dapat dipahami oleh hukum kausalitas
dunia manusia, kalau tubuh Nyi Pohaci dapat menjadi berbagai jenis tumbuhan?
Semua itu terjadi atas dasar hukum rohaniah spontanitas (jadi, maka jadilah).
Alam rohani itu bekerja bukan berdasarkan hukum sebab- akibat manusia. Manusia
itu lahir akibat hubungan seksual lelaki dan perempuan. Tetapi Nyi Pohaci bukan
hasil kerja seksual siapa pun. Nyi Pohaci itu berasal dari setetes air mata
Dewa Anta, jadi seksual atau nonseksual, itulah sebabnya ia keramat. Dan yang
keramat itu akan membawa berkat bagi manusia. Jadi, mitos Nyi Pohaci mengandung
hasil renungan pemikiran manusia Sunda lama tentang bagaimana asal-usul adanya
segala macam tumbuhan yang amat bermanfaat bagi masyarakat Sunda. Bagaimana
berbagai jenis padi itu ada. Bagaimana bambu itu ada. Bagaimana jenis tanaman merambat
itu ada. Bagaimana pohon enau itu ada? Bahkan bagaimana rumput-rumput itu ada.
Semua itu diperlukan orang Sunda setiap hari bagi kepentingan kelangsungan
hidupnya. Padi untuk makanan pokok. Tanaman merambat untuk makanan tambahan.
Rumput untuk ternak. Bambu untuk rumah. Dari pohon enau diperoleh ijuk untuk
atap rumah. Enau juga menghasilkan tuak untuk kepentingan upacara religi. Dan
masih banyak lagi rinciannya. Semua itu dari mana asalnya? Tentu bukan dari
usaha manusia sendiri. Semua itu hadir secara eksistensial berkat hukum
spontanitas dunia rohani tadi. Tentu saja pola pikir yang demikian itu bukan
monopoli manusia Sunda. Semua mitologi umat manusia berpola demikian.
Persoalannya bagaimana alam lingkungan yang tersedia bagi manusia Sunda diberi tanggapan
lewat realitas kesadarannya (budaya). Alam lingkungan Sunda ditanggapi oleh
manusia- manusianya dengan hidup berladang (huma). Pilihan hidup berhuma inilah
yang kemudian menimbulkan pertanyaan eksistensial, dari mana tanaman padi yang
ajaib itu (makanan pokok yang memungkinkan hidup terus berlangsung) berasal?
Karena huma bergantung pada hujan, maka alamat langit sebagai "pemberi
hujan" menjadi lebih penting dari bumi-tanah yang kering. dan
"basah" (hujan) adalah asas "perempuan". Maka semua tumbuhan
itu asalnya dari tubuh perempuan dunia atas, Nyi Pohaci. Pemberi hidup itu
adalah indung, ibu. Dan lelaki itu melengkapi.
Sumber:
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105/29/khazanah/index.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar