
Déwi Srangéngé sangat
di sayang oleh Sang Prabu.
Walaupun begitu Sang Prabu berdoa memohon kepada Hyang Déwata, termasuk batara-batari memohon dikaruniai seorang anak laki-laki.
Walaupun begitu Sang Prabu berdoa memohon kepada Hyang Déwata, termasuk batara-batari memohon dikaruniai seorang anak laki-laki.
Tak lama kemudian Sang
Prabu di karunia seorang Putra yang lahir dari selir Déwi Mutiara.
Hati Déwi Mutiara iri melihat Déwi Srangéngé yang tinggal di dalam karaton, karena ia hanya seorang selir tempat nya di luar karaton.
Akhirnya Déwi Mutiara
menginginkan anaknya menjadi raja, ia ingin menjadi ibu suri.
Déwi Mutiara terus berpikir,
walapun anaknya laki-laki, tapi selama masih ada Déwi Srangéngé dan permaisuri, anaknya tidak
mungkin menjadi raja.
Akhirnya Déwi
Mutiara menemui tukang tenung
sakti bernama Nini Jahil,
di dekat Gunung Parahu untuk menyingkirkan
permaisuri idan Déwi
Srangéngé.
Déwi Mutiara menyampaikan
niatnya menyingkirkan Déwi
Srangéngé berserta permaisuri.
“Bagaimana sanggup?”
kata Déwi Mutiara.
“Tai kuping itu
mah,” jawab Nini Jahil.
“Tapi jangan di
matikan,” katanya pula.
“Jangan khawatir,”
Nini Jahil meyakinkan.
Pikirnya bila mukanya
rusak pasti akan di usir oleh Kangjeng Raja.
.
Pada suatu malam saat
seluruh penghuni karaton tertidur nyenyak, Nini Jahil masuk ke dalam karaton.
Dasar tukang tenung sakti, tak seorangpun tahu, semuanya terkena élmu sirep Nini Jahil.
Ilmu tenung
Nini Jahil sangat ampuh, saat
itu juga muka praméswati
penuh bisul sebesar kacang, yang mengeluarkan darah dan nanah yang berbau busuk.
Selesai menenung praméswari, giliran Déwi Srangéngé ditenung,
Sangat ampuh dalam
sekejap Putri yang cantik
Nini Jahil keluar
dari karaton, dan menghampiri Déwi Mutiara.
Nini Jahil menceritakan
pekerjaannya, membuat Déwi Mutiara sangat senang.

Déwi Srangéngé sangat dan
sedih, dan langsung memasuki kamar ibunya dan kaget melihat ibunya dalam keadaan yang
sama dengan dirinya.
Mereka menangis dan
keluar dari karaton
sebelum di usir Kangjeng Raja.
Déwi Mutiara sangat senang mendengar berita kepergian
permaisuri dengan anaknya meninggalkan karaton.
Ibu dan anak berjalan
masuk hutan ‘leuweung geledegan’, leuweung ganggong
simagonggong,leuweung si sumenem jati.
Hatinya sangat nelangsa.
Hatinya sangat nelangsa.
Akhirnya mereka tiba di
suatu tempat petapaan, bertemu dengan seorang pandita sakti, berilmu linuhung, weruh sadurung winarah.
Saya sudah melihat,
kalian berdua adalah permaisuri raja dan putri, walaupun muka kalian sangat rusak, ujar pandita.
Permaisuri dan Déwi
Srangéngé, dianggap dan di angkat sebagai keluarga.
“Nyai dan incu Éyang”, sekarang sedang mendapatkan cobaan yang berat kata Ki Pandita, tinggallah di sini.
“Nyai dan incu Éyang”, sekarang sedang mendapatkan cobaan yang berat kata Ki Pandita, tinggallah di sini.
Praméswari bersama Déwi
Srangéngé, tinggal di petapaan.
Ki Pandita berusaha
mengobati penyakit mereka.
Tenung Nini
Jahil sangat ampuh, Ki
Pandita tidak bisa mengobatinya.
Kedua perempuan itu hidup
sangat prihatin, biasa tinggal di istana
yang serba ada, sekarang tinggal di petapaann yang serba tidak ada dan akhirnya
permaisuri meninggal di petapaan.
Ki Pandita melihat orang yang mengerjakan penyakit ini, dan memerintahkan kepada harimau kembar untuk menghukum Nini Jahil.
Maung kembar pergi
dari petapaan ke Gunung Parahu.
Akhirnya Nini
Jahil pun mati, muka dan badan
nya rusak bekas di cakar harimau.
Ditinggal pergi
ibunya, Déwi Srangéngé sangat
sedih.
Akhirnya Déwi
Srangéngé pergi dari petapaan dan tiba di pesisir selatan.
Déwi Srangéngé tertidur
di bawah pohon kelapa, dan bermimpi
seperti nyata.
Déwi Srangéngé bertemu
dengan seorang kakek berpakaian serba putih.
Dan kakek itu
berbicara: “Kasihan
sekali cucu Aki, yang cantik harus mengalami hidup sengsara, bangunlah dan siram dengan air laut dan jangan kemana-mana karena akan ada satria
yang mengajak nikah”.
Selesai kakek itu
bicara, Déwi Srangéngé bangun
dan tak melihat seorangpun.
Memandang lautan luas
dan ombak serasa memangil, dan cepat-cepat menyiram tubuhnya dengan air laut.
“Tadi tuh mimpi, petunjuk atau riwan?”, dalam hati Déwi Srangéngé.
Akhirya Déwi Srangéngé tidak berpikir banyak dan langsung menceburkan
diri ke laut, anehnya setiap mengusap wajahnya dengan air laut, wajahnya
langsung bersih.
Ucapan kakek itu
benar, mukanya kembali cantik berseri seperti cahaya matahari yang baru terbit.
Wajahnya bersih
bersinar, tak terasa air mata mengalir
karea bahagia.
Menuruti ucapan
kakek-kakek dalam mimpinya, agar tidak pergi kemana-mana menunggu satria yang
akan mengajaknya nikah.
Déwi Srangéngé percaya
kepada ucapan kakek-kakek yang datang dalam mimpi.
Habislah sudah kesabaran
Déwi Srangéngé menunggu
Satria yang akan mengajaknya nikah dan merasa di bohongi oleh kake-kakek yang
bertemu dalam mimpinya, Déwi Srangéngé merasa putus asa. Akhirnya menceburkan diri ke
dalam laut.
Anehnya air laut malah
menepi, semua ikan kecil dan ikan besar seakan memberi jalan dan menyambut Sang
Déwi Srangéngé , yang
akhirnya di angkat jadi ratu di sagara kidul, tersebutlah Nyai Ratu Roro Kidul.
Karena penasaran, air
laut terus diubek, niatnya mencari satria.
Itulah sebabnya laut
kidul terkenal oleh gelombang nya yang besar karena terus diubek-ubek oleh Ibu Ratu Nyi Roro
Kidul.
Sampurasun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar