Jumat, 21 Oktober 2016

Siger Kancana dan Lawé Domas Kinasihan.

Patilasan Sang Prabu Jaka Susuru, Di Désa Sukaramé, Kacamatan Ciranjang, Kabupatén Cianjur. Sekarang di kenal dengan nama Lembur Susurui berikut;(mitos yang menunjuk era Pulau Jawa masih menjadi satu dengan pulau Sumatra).

Pada zaman dahulu kala di  Negara Pajajaran Purba, yang subur makmur d perintah oleh  Sang Prabu Siliwangi VII. Raja yang bijaksana dan adil  palamarta.
Sang Raja memiliki seorang  Putra Radén Munding Mintra Kasiringan Wangi.
Pada suatu hari  semua pejabat istana berkumpul untuk mengangkat  Putra Raja menjadi Bupati.
Raja bersabda kepada Putra  nya agar membangun kota di sebelah Timur  di Tatar Alas Pasagi Wétan(sekarang Lampung, Gunung Pesagi). Daerah yang subur .

Sebelum berangkat Radén Munding Mintra Kasiringan Wangi, Makuta Siger Kancana dan  Lawé Domas Kinasihan
Sebagai  tanda seuweu-siwi Siliwangi, bagian  dari  Negara Pajajaran.
Radén Munding Mintra Kasiringan Wangi, di damping dua mantri, Sewana Giri dan  Sewana Guru menuju Tatar Alas Pasagi Wétan.

Benteng Istana

Tibalah di suatu tepat yang subur , Radén Munding Mintra Kasiringan Wangi  langsung  bersujud semedi, mohon pertolongan Sang Hyang Otipati.


Permohonan Radén Munding Mintra Kasiringan Wangi  di kabulkan, mejadi negara yang akmur dan sentosa.  Di bentengi  oleh lima benteng,
 bénténg besi, hiji bénténg baja, bénténg tambaga, bénténg pérak dan hiji  bénténg besi purasani(pentagon).
Keratonnya ada di tengah. 
Radén Munding Mintra Kasiringan Wangi, kembali memohon kepada Sang Hyang Otipati, agar di beri: 8000 satria, 80.000 prajurit dan  80 badéga yang mengurus  keraton.
Radén Munding Mintra Kasiringan Wangi, mengirim utusan kepada Sang Raja.
Bandingkan dengan logo Pentagon?
Oleh Raja Pajajaran kerajaan baru itu di beri nama “Nagara Tanjung Singuru, dan Rajanya di beri nama “Sang Prabu Jaka Susuru.

Nagara Tanjung Singuru, lama-lama menjadi negara yang besar dan  kuat.
Sang Raja menitahkan kepada Mantri Sewana Guru untuk pergi ke Nagara Bitungwulung,
Bupati Bitungwulung, Pangéran Jungjang Buana mempunyai dua putri, Sekar Jayanti dan  Jayanti Kembang.

Mantri Sewana Guru menyampaikan maksud kedatangan nya untuk melamar Putri Bupati  Bitungwulung, Pangéran Jungjang Buana.
Pangéran Jungjang Buana menyetujui nya dan mengantarkan ke dua Putrinya pada
Sang Prabu Jaka Susuru di Negara Tanjung Singuru.

Berita itu di dengar oleh Raja di Gunung Gumuruh, Raja Badak Tamela Sukla Panarak Jaya.
Adik Raja bernama Ratna Kembang, belum menikah.
Kerajaan Negara Gunung Gumuruh tidak  jauh dari  Tanjung Singuru.
Makanya keramaian di  Tanjung Singuru terdengar oleh Badak Tamela.
 “Nyai, di mana pésta yang ku dengar ini?
Dan pesta apa?
Kayaknya tidak jauh dari sini, banyak rakyat kita yang dating menonton ke sana’.
Putri Ratna Kembang menjawab , Bahwa Putra Bupati Bitung Wulung dua-duanya di nikahkan kepada
Prabu Jaka Susuru, pestanya di adakan di  Tanjung Singuru.

Badak Tamela sangat marah, karena menaruh ahti kepada kedua Putri Bupati Bitung Wulung.

Badak Tamela keluar  dari  keraton, pergi ke Tanjung Singuru.
Badak Tamela berkata kepada  Prabu Jaka Susuru di Srimanganti, berpura-pura mau berbakti.
Sang Prabu Jaka Susuru tampak siaga, denga perkataan   Badak Tamela.
Badak Tamela berkata, “Tidak ada yang bias menandingi  Kang Rai Prabu Jaka Susuru, yang termasyur sakti, untuk mengambil permata di Kawah Domas”.
Prabu Jaka Susu¬ru percaya apa yang dikatakan Badak Tamela.

Prabu Jaka Susu¬ru pergi ke Kawah Domas, di iring ku Sewana Guru dan  Sewana Giri.
Saat tiba di  Kawas Domas, ketiganya  di  dorong jatuh oleh Badak Tamela, ke kawah yang panas.
Trus kawah itu di tutup batu besar, sesudah itu Badak Tamela kembali ke
Tanjung Singuru.
 Sekar Jayanti dan  Jayanti Kem¬bang merasakan firasat buruk, keduanya berlari ke hutan bersembunyi, sampai akhirnya mereka melahirkan anak laki-laki tampan seperti ayahnya.

Kedua permaisuri itu tinggal di huan berrsama kedua anaknya.
Akhirnya mereka keluar hutan dan sampai di Negara Tanjung Sembara dan menceritakan semua kejadian kepada Raja Prabu Gajah Kumarasakti.
Raja Prabu Gajah Kumarasakti memiliki dua permaisuri, Purba Déwata dan Ratna Déwata.

Mendengar kisah Prabu Jaka Susuru, Raja Gajah Kumarasakti menghimpun bantuan  menyerang
Badak Tamela yang merampas  Nagara Tanjung Si¬nguru.
Badak Tamela sudah bersiap-siap menunjukan kesaktiannya.
Badak Tamela keluar dari keraton,  menghampiri musuh dan berhasil di ringkus oleh Gajah Kumarasakti.

Badak Tamela kalah dan memohon ampun kepada Prabu Gajah Ku¬marasakti.
“Ampun Sang Prabu, saya minta di maafkan minta hirup  dan huripna.”
Prabu Gajah Kumarasakti menjawab,”Badak Tamela saya ampuni, keluarkan Prabu Jaka Susuru dan pengawalnya dari  Kawah Domas.

Buru-buru Badak Tamela ke Kawah Domas, besar batu penutup di lemparkannya jauh sekali.
Secepatnya  ia mengeluarkan Prabu Jaka Susuru, bersama Sewana Giri dan  Sewana Guru dari  Kawah Domas.

Badak Tamela memohon ampun, dan membaktikan  adiknya Ratna Kembang. Baktinya  terima oleh  Prabu Jaka Susuru. Selanjutnya  Badak Tamela di jadikan  bupati di Gunung Gumuruh.
Sesampainya di kota Tanjung Singuru, Sang Prabu Jaka Susuru silihrangkul dengan  Prabu Gajah Kumarasakti dan sangat berterimakasih atas pertolongannya.

Sang Prabu Jaka Susuru memerintah Nagara Tanjung Singuru, didampingi tiga permaisuri: Sekar Jayanti, Jayanti Kembang, dan Rat¬na Kembang.



Sampurasun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar