Komandan Kopassus pertama. Pengalaman Idjon Djanbi
sebagai anggota pasukan komando pada Perang Dunia II telah menarik perhatian
Kolonel A.E. Kawilarang untuk membantu merintis pasukan komando.
Idjon Djanbi kemudian aktif di TNI dengan pangkat Mayor. Idjon segera melatih kader perwira dan bintara untuk menyusun pasukan.
Kemudian pada tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan istimewa tadi dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko TT. III/Siliwangi) dengan Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi sebagai komandannya. Pada tanggal 25 Juli 1955 KKAD berubah namanya menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). Yang menjadi komandan adalah Mayor Mochammad Idjon Djanbi.
Idjon Djanbi kemudian aktif di TNI dengan pangkat Mayor. Idjon segera melatih kader perwira dan bintara untuk menyusun pasukan.
Kemudian pada tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan istimewa tadi dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko TT. III/Siliwangi) dengan Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi sebagai komandannya. Pada tanggal 25 Juli 1955 KKAD berubah namanya menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). Yang menjadi komandan adalah Mayor Mochammad Idjon Djanbi.
Selama tahun 1947 sampai akhir 1949 , Sekolah pimpinan
Kapten Rokus Bernardus Visser terus
melahirkan tentara terjun payung sampai saat dimana Belanda harus menyerahkan
kekuasaaanya kepada Republik Indonesia. Karena sudah merasa nyaman dengan gaya
hidup Asia, maka Kapten Rokus BernardusVisser memutuskan
untuk tinggal di Indonesia sebagai warga sipil. Keputusan ini sangat berisiko,
karena walaupun dia bukan termasuk pasukan baret hijau Belanda yang dikenal
sangat kejam (Visser sendiri berbaret merah), tapi tidak ada yang bisa
meramalkan bagaimana keamanan seorang mantan perwira penjajah di negara
jajahanya yang baru saja merdeka. Akhirnya dia menetapkan keputusannya untuk
tinggal di Indonesia, pindah ke Bandung , bertani bunga di Pacet, Lembang,
memeluk agama islam, menikahi kekasihnya yang orang Sunda dan mengubah namanya
menjadi Mochammad Idjon Djanbi.
Robert Earl 'Bob'
Robert Earl 'Bob'
“One
Man Indonesian Air Force”
Kelahiran Kansas,
Amerika Serikat ini tumbuh sebagai anak petani Yahudi.
Datang
ke Indonesia pada 1946, bertemu Presiden RI pertama, Soekarno, dan
memperkenalkan dirinya. ‘Namaku Bob Freeberg. Aku orang Amerika. Aku
seorang pilot dan menaruh simpati pada perjuangan Anda. Bantuan apa yang dapat
kuberikan?’," begitu seingat Soekarno, seperti tertuang dalam
otobiografinya yang dituliskan Cindy Adams.
Direkrut TNI AU
Ketulusan
Bob Freeberg dibalas perekrutannya ke Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI,
kini TNI AU) sebagai penerbang bayaran. Pesawat Dakota yang diberi nomor
RI-002, jadi “senjatanya” untuk menyokong perjuangan republik.
Yang
luar biasa, disebutkan pesawat itu dibelinya sendiri dari tabungannya. Beberapa
misi pun sukses dilakukannya. Mulai dari menerjunkan personel tempur AURI di
Kalimantan, hingga menembus blokade ekonomi Belanda.
Terbang
malam selalu dilakukannya untuk mengelak dari sergapan pesawat-pesawat pemburu
Koninklijke Luchtmacht (Klu) atau AU Belanda. Tapi sayang, Bob Freeberg tak
bisa turut menikmati kebebasan Indonesia dari Belanda yang sebenar-benarnya,
setelah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan republik pada 27 Desember 1949.
Pasalnya
setahun sebelumnya, Bob Freeberg hilang secara misterius setelah pesawatnya
jatuh di Lampung. Pagi 30 September 1948 adalah hari terakhir Bob Freeberg
terlihat oleh para personel AURI.
Di hari
itu pula, Freeberg bersama kopilot Bambang Saptoadji, kopilot cadangan Santoso,
serta seorang teknisi, satu operator dan tujuh orang lainnya, lepas landas dari
Pangkalan Maguwo, Yogyakarta untuk menuju Palembang dan Bukittinggi. Terakhir
kali Pesawat Dakota RI-002 itu terlacak saat “mampir” ke Pangkalan Gorda dan
Tanjung Karang.
Namun
setelah itu, pesawat yang banyak disebutkan dalam berbagai literatur membawa
sejumlah batangan emas, hilang kontak. Bangkai pesawatnya baru ditemukan tiga
dekade kemudian.
Tewas Tertembak
Tepatnya
pada 7 April 1978, Pesawat RI-002 ditemukan petani lokal di Gunung Panggur,
Lampung. Sejumlah kargo yang dibawa, hilang. Begitu pun dengan jasad atau
kerangka Bob Freeberg, meski beberapa kerangka kru lainnya ditemukan.
Kuat diduga, pesawat itu
ditembak jatuh oleh pesawat Belanda. Tapi ketika otoritas AS menyelidiki hal
ini dan meminta penjelasan, pemerintah Belanda mengaku tidak terlibat atas
jatuhnya pesawat RI-002. Selain pihak keluarga dan otoritas AS yang menyesali
insiden ini, Presiden Soekarno pun turut berduka.
“Dia
mengalami kecelakaan saat aku mengirimnya ke Palembang untuk membawa uang demi
membantu gerilya di Sumatera. Tak pernah aku akan melupakan kawanku orang
Amerika, Bob Freeberg,” kenang Bung Karno.
Saat
pihak keluarga tahu akan berita hilangnya Freeberg, dengan segera keponakannya,
Marsha Freeberg Bickham, berusaha mencari tahu. Dia meyakini, pamannya tidak
tewas seketika dalam kecelakaan itu. Melainkan dibunuh kala dalam tahanan
Belanda.
Eduard
Douwes Dekker.
Multatuli
Eduard Douwes Dekker (1860-1887) |
Penuh
sejarah, rumah itu dibangun sekitar 1790 dan merupakan monumen nasional. Pada
1820-an itu adalah rumah untuk kaum muda Multatuli, penulis paling terkenal
Belanda. Anda dapat mengunjungi museum yang didedikasikan kepadanya beberapa
jalan pergi di rumah kelahirannya dan patung besar dia di jembatan Torensluis
di Terusan Singel.
Multatuli
adalah nama samaran (dari tuli multa Latin, "Saya telah banyak
menderita") dari Eduard Douwes Dekker (1820-1887). Dia adalah seorang
penulis Belanda yang terkenal untuk novel satir nya,
Max
Havelaar (1860) di mana ia mengecam pelanggaran kolonialisme di koloni Hindia
Belanda (Indonesia).
Ia
lahir di dekatnya di Korsjespoortsteeg 20 (sekarang Museum Multatuli, terbuka
pada hari Selasa dan Sabtu) dan pindah ke rumah di Binnen Brouwerstraat
(sekarang Multatuli Apartment) pada usia 3 di mana ia tinggal selama beberapa
tahun sebelum pindah ke Haarlemmerstraat . Pada tahun 1838 ia pergi ke Jawa dan
memperoleh pos sebagai PNS. Setelah 18 tahun pelayanan sipil di Hindia Belanda,
ia kembali ke Eropa pada tahun 1856 seorang pria kecewa. Cara pribumi
diperlakukan oleh mereka sendiri maupun oleh penguasa Belanda tersinggung dia
sehingga ia mengundurkan diri setelah konflik masyarakat. Dalam novelnya Max
Havelaar ia mencatat pengalamannya. Buku ini diterbitkan pada tahun 1860 dan
membuatnya sukses instan. Didorong oleh pujian publik ini, ia memutuskan untuk
mengejar karir sebagai penulis. Ia menjadi semacam nurani nasional, inspirasi
gerakan emansipatoris seperti pemikir bebas, sosialis dan anarkis. karir
Multatuli sebagai penulis berlangsung tepat selama karirnya sebagai seorang
pejabat: 18 tahun. Kemudian pada tahun 1877, setelah lebih mendalam kecewa, ia
memutuskan untuk menyerah menulis dan berlindung di Jerman, di mana ia meninggal
pada Februari 1887.
'Max
Havelaar' sekarang digunakan sebagai label Fairtrade independen untuk
menunjukkan produk yang dihasilkan dan diperdagangkan di bawah kondisi yang
adil. Sejak diperkenalkannya label Max Havelaar pada tahun 1988, inisiatif
Belanda ini telah disalin di lebih dari dua puluh negara. label sekarang dapat
ditemukan di lebih dari 1.700 produk seperti teh, cokelat, anggur, gula, beras,
semua jenis buah, kapas dan bahkan es krim.
Pada
kesempatan ulang tahun keseratus kematian Multatuli, Ratu Beatrix meresmikan
patung Multatuli di jembatan Torensluis pada kanal Singel di Amsterdam.
Pada
bulan Juni 2002, Maatschappij der Nederlandse Letterkunde (Society for Sastra
Belanda) menyatakan Multatuli penulis Belanda yang paling penting dari semua waktu.
Dr.
Ernest François Eugène Douwes Dekker
Douwes Dekker atau
Danudirja Setiabudi adalah seorang pahlawan nasional yang berjasa dalam dunia
pergerakan nasional. Beliau adalah seorang pelopor nasionalisme Indonesia
di awal abad ke-20, wartawan, Aktivis politik, penulis buku terkenal serta
penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia-Belanda
yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai"
pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo
dan Suwardi Suryaningrat.
Douwes Dekker bernama
lengkap Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker dilahirkan pada 8 Oktober 1879
di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau anak ketiga dari empat bersaudara. Orang tuanya
adalah Auguste Henri Edouard Douwes Dekker (warga Belanda) dan Louisa Margaretha
Neumann keturunan campuran dari ayah Jerman dan ibu Jawa. Masa kecilnya tinggal
di Pasuruan dan menempuh pendidikan dasar Nes di Pasuruan. Sekolah lanjutan
pertama-tama diteruskan ke HBS di Surabaya, lalu pindah ke Gymnasium Willem
III, suatu sekolah elit di Batavia. Ketika dibuang ke Eropa dimanfaatkan Douwes
Dekker untuk mengambil program doktor di Universitas Zürich, Swiss, dalam
bidang ekonomi.
Perjuangan pada masa
Revolusi Kemerdekaan.
Tak lama setelah kembali ia segera terlibat dalam
posisi-posisi penting di sisi Republik Indonesia. Pertama-tama ia menjabat
sebagai menteri negara tanpa portofolio dalamKabinet Sjahrir III,
yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9 bulan. Selanjutnya berturut-turut ia
menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, konsultan dalam komite
bidang keuangan dan ekonomi di delegasi itu, anggota DPA,
pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir sebagai kepala seksi penulisan
sejarah (historiografi) di bawahKementerian Penerangan. Di mata beberapa pejabat
Belanda ia dianggap "komunis" meskipun ini sama sekali tidak benar.
Pada periode ini DD tinggal satu rumah dengan Sukarno.
Ia juga menempati salah satu rumah di Kaliurang. Dan dari rumah di Kaliurang inilah
pada tanggal 21 Desember 1948 ia diciduk tentara Belanda yang tiba dua hari
sebelumnya di Yogyakarta dalam rangka "Aksi Polisionil". Setelah diinterogasi ia
lalu dikirim ke Jakarta untuk diinterogasi kembali.
Tak lama kemudian DD dibebaskan karena kondisi
fisiknya yang payah dan setelah berjanji tak akan melibatkan diri dalam
politik. Ia dibawa ke Bandung atas permintaannya. Harumi kemudian menyusulnya
ke Bandung. Setelah renovasi, mereka lalu menempati rumah lama (dijulukinya
"Djiwa Djuwita") di Lembangweg.
Di Bandung ia terlibat kembali dengan aktivitas di
Ksatrian Instituut. Kegiatannya yang lain adalah mengumpulkan material untuk
penulisan autobiografinya (terbit 1950: 70 jaar konsekwent) dan
merevisi buku sejarah tulisannya.
Ernest Douwes Dekker wafat dini hari tanggal 28 Agustus 1950 (tertulis
di batu nisannya; 29 Agustus 1950 versi
van der Veur, 2006) dan dimakamkan di TMP Cikutra,
Bandung.
Penghargaan
Jasa DD dalam perintisan kemerdekaan diekspresikan
dalam banyak hal. Di setiap kota besar dapat dijumpai jalan yang dinamakan
menurut namanya: Setiabudi. Jalan Lembang di Bandung utara, tempat rumahnya
berdiri, sekarang bernama Jalan Setiabudi. Di Jakarta bahkan namanya dipakai
sebagai nama suatu kecamatan, yakni
Kecamatan Setiabudi di Jakarta Selatan.
Di Belanda, nama DD juga dihormati sebagai orang yang
berjasa dalam meluruskan arah kolonialisme (meskipun hampir sepanjang hidupnya
ia berseberangan posisi politik dengan pemerintah kolonial Belanda; bahkan
dituduh "pengkhianat").
Poncke
Princen
Mengabdi Republik, berjuang untuk
kemanusiaan
Indonesia lewat proklamasi sudah
memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945, tetapi perang antara penjajah dan
negara bekas jajahan masih terus menerus berkecamuk. Tanggal 26 September
1948, serdadu Poncke yang muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang
dilakukan bangsanya, meninggalkan KNIL di Jakarta menyeberangi garis
demarkasi dan bergabung dengan pihak lawan yakni Tentara Nasional
Indonesia. Ketika tentara negerinya menyerang Yogyakarta tahun
1949 dia telah bergabung dengan divisi Siliwangi dengan nomor pokok prajurit
251121085, kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Malah ikut
longmarch ke Jawa Barat dan terus aktif dalam perang gerilya. Isterinya,
seorang peranakan republiken sunda dibunuh tentara Belanda dalam sebuah
penyergapan dan pertempuran sengit. Tidak cuma isterinya, anaknya yang dalam
kandungan ikut tewas. Poncke mendapat anugerah Bintang Gerilya dari Presiden
Soekarno pada tahun 1949. Pada tahun 1948 pula dia, walaupun seorang Belanda,
secara langsung menerima penghargaan Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno.
Jan Cornelis Princen (1925 – 2002) (Den Haag, Belanda, 21 November 1925 Jakarta, 22 Februari 2002),
atau dikenal dengan HJC Princen, bisa dibilang oposan sejati. Simak sepenggal
cerita dalam kehidupan Princen sebagai seorang gerilyawan Siliwangi.
Pada tahun 1956, Princen menjadi politikus populer Indonesia dan menjadi
anggota parlemen nasional mewakili
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Tetapi dia pun akhirnya juga
menyaksikan berbagai penyelewengan yang terjadi di dalam birokrasi saat itu.
Dia juga kecewa dengan iklim politik yang semakin tidak kondusif. Dia pun
keluar dari parlemen dan mulai bersikap vokal terhadap pemerintahan yang
mulai otoriter saat itu dengan pihak militer yang bertindak sewenang-wenang.
Princen ditahan dan dipenjara dari 1957 hingga 1958. setelah bebas pada awal
tahun 1960an, dia mulai lebih terfokus aktif dalam kegiatan yang bertujuan
untuk mengembangkan demokrasi di Indonesia dengan mendirikan Liga Demokrasi.
karena aktivitasnya yang kritis tersebut peraih bintang gerilya ini akhirnya
dipenjarakan pemerintah Soekarno(1962-1966).
Semenjak akhir tahun 1965, kekuasaan Partai
Komunis Indonesia (yang saat itu menjadi massa utama
pendukung Presiden Sukarno dan rival
dari kekuatan militer), mulai merosot karena dibabat habis oleh Angkatan Darat. sehingga pamor kekuasaan
Presiden Sukarno semenjak Maret 1966. Degradasi energi kekuasaan ini kemudian
dimanfaatkan oleh sekelompok faksi militer dukungan CIA untuk
melakukan "kudeta merayap" yang mengantarkan Suharto menjadi presiden. Dan berdirilah
rezim baru, Orde Baru, menggantikan
rezim yang lama - Orde Lama. Princen pun
menikmati kebebasan kembali setelah dipenjara selama 4 tahun.Pengalaman hidupnya
dari penjara ke penjara semakin mempertebal keyakinannya untuk mendesak
negara memberikan perlindungan dan penegakan HAM dengan mendirikan Lembaga
Pembela Hak Asasi ManusiaLPHAM dan sekaligus
memimpin lembaga pembela HAM pertama di Indonesia tersebut.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar