Asal kata Sumedang adalah dari kata Insun Madangan yang
berubah pengucapannya menjadi SUN
MADANG yang dilafalkan menjadi
Sumedang. Larang berarti sesuatu yang
tidak ada tandingnya
Kerajaan Sumedang Larang didirikan oleh Prabu Tajimalela putra dari Prabu Guru Aji Putih dengan Ratu Inten Nawang Wulan.
Prabu Tajimalela atau Prabu Himbar Buana (menerangi alam).
Prabu Taji Malela/Batara Kusuma berkata: ” Insun medal Insun madangan”.
Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela
dianggap sebagai pendiri Kerajaan Sumedang Larang.
Sang Prabu dikaruniai tiga putra, yaitu:
1. Prabu
Lembu Agung,
2. Prabu
Gajah Agung, dan
3. Sunan
Geusan Ulun.
Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi
perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang
satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak
bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada
kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan
pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah
harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu
Gajah Agung karena sangat kehausan dia membelah dan meminum air kelapa muda
tersebut sehingga dia dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang
Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu
Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga
Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekadar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah
itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu
Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan para keturunannya tetap berada
di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di
Limbangan, Karawang, dan Brebes.
Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan
dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia
mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu
Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan
Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah
Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan
Tuakan.
Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas
Ratu Patuakan.
Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda,
putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu
Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578),
yang menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun.
Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Kusumahdinata, putra
Pangeran Pamelekaran, Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan
Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Pangeran Kusumahdinata lebih dikenal dengan
julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang
sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di
Sumedang Larang.
Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah
Sumedang Larang.
Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri.
Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam
mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Nyimas Setyasih (Ratu Pucuk Umum), anak
dari Raja Tirtakusumah (raja Sumedang Larang) yang merupakan seorang Sunda muslimah;
menikahi pangeran Soleh (Pangeran Santri) (diperkirakan hidup pada tahun
1505-1579 M). Pada 21 Okober 1530 (13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 Saka)
Pangeran Soleh diserahi kekuasaan atas kerajaan Sumedang Larang dari istrinya
dan kemudian dia dinobatkan menjadi penguasa Sumedang Larang (bahasa Cirebon :
Ki Gede Sumedang) dengan gelar Kusumahdinata keduanya memerintah kerajaan
Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah
tersebut.
Pangeran Soleh (Pangeran Santri) adalah Putra Pangeran
Pamelekaran atau Pangeran Muhammad, cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan
Panjunan atau Pangeran Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang
ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama
Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda, tiga bulan setelahnya (12
bagian terang bulan Margasira tahun 1452 Saka) diadakan syukuran di kesultanan
Cirebon tepatnya di Dalem Agung Pakungwati atas diangkatnya Pangeran Soleh
sebagai penguasa kerajaan Sumedang Larang juga keberhasilan Cirebon menguasai
wilayah kerajaan Pajajaran sebelah timur (Galuh).
Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini
melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya.
Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang
dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.
Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri
memiliki enam orang anak, yaitu :
1. Pangeran
Angkawijaya (yang terkenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)
2. Kiyai
Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk
agama Islam.
3. Kiyai
Demang Watang di Walakung.
4. Santowaan
Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.
5. Santowaan
Cikeruh.
6. Santowaan
Awiluar.
Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di
Kota Sumedang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar