sumber : kosmos-sunda
Anjing Ditinjau dari Berbagai
Kepercayaan
Oleh: Hendra Hendarin
Saya menemukan bahwa beberapa notes rekan-rekan bertemakan atau menyinggung
tentang ‘anjing’. Pada prinsipnya notes tersebut mewacanakan dan atau
mempertanyakan; mengapa anjing –yang diharamkan oleh ajaran tertentu dan sering
dijadikan kata umpatan, justru banyak ditemukan dalam simbolisasi dari budaya
tertentu di masa lalu, misal berupa piktografi dan atau berupa kisah “mitologi”
tertentu.
Simbolisasi tersebut seringkali menggambarkan hal yang membuat kita merasa bahwa sepertinya anjing menempati posisi yang “tak seburuk yang selama ini dilukiskan”. Dalam banyak dari kisah dan gambaran tersebut, justru seringkali anjing ditempatkan sebagai elemen penting dalam rangkaian gambaran simbolisasi. Misal pada piktografi di mesir, anjing merupakan bentuk dari salah satu dewa penting dalam kepercayaan mereka, yakni Anubis. Mungkin tak ada hewan lain yang sesering anjing yang digunakan dalam simbolisasi pesan dari masa lampau.
Simbolisasi tersebut seringkali menggambarkan hal yang membuat kita merasa bahwa sepertinya anjing menempati posisi yang “tak seburuk yang selama ini dilukiskan”. Dalam banyak dari kisah dan gambaran tersebut, justru seringkali anjing ditempatkan sebagai elemen penting dalam rangkaian gambaran simbolisasi. Misal pada piktografi di mesir, anjing merupakan bentuk dari salah satu dewa penting dalam kepercayaan mereka, yakni Anubis. Mungkin tak ada hewan lain yang sesering anjing yang digunakan dalam simbolisasi pesan dari masa lampau.
Inogami, Dewa Anjing pada Kepercayaan
bangsa Jepang
Tidak hanya di mesir, anjing dan simbolisasinya banyak terdapat di hampir semua
Negara yang kaya akan budaya. Beberapa cerita tradisional lainnya tentang
anjing diantaranya misalnya; Cerberus penjaga dewa Hades dari Yunani, Argos
penjaga Odysseus dari Yunani, Inogami dewa anjing di Jepang, Pa'e, Poki, and
Kaupe Dari Hawaii, Gilgamesh dari Sumeria, Itzcuintli dari Amerika Selatan,
Aralez dari Armenia, juga di Budaya Romawi, Aztech, Wales, Irlandia, Norwegia,
Cina, dan lain-lain. Tentu bukan kebetulan jika hampir seluruh dunia memiliki
“cerita mistis” tentang anjing.
Tak hanya itu, dalam terminologi agama juga anjing ada dibahas; di Al Qur’an, anjing dibahas di Surat Al-Kahfi, dan pada ajaran Hindu dan Buddha, juga diceritakan tentang anjing penjaga Yama, dewa kematian.
Tak hanya itu, dalam terminologi agama juga anjing ada dibahas; di Al Qur’an, anjing dibahas di Surat Al-Kahfi, dan pada ajaran Hindu dan Buddha, juga diceritakan tentang anjing penjaga Yama, dewa kematian.
Penggambaran Anjing Secara Umum
Meski penggambaran dari setiap budaya berbeda-beda, namun semua sumber tersebut
secara umum menggambarkan hal-hal yang senada tentang hewan ini, yakni, paling
tidak, tentang dua sisi:
1.
Anjing adalah hewan yang memiliki
kesetiaan dan komitmen yang luar biasa terhadap tugas dan “fungsi”nya, serta
setia dan protektif terhadap tuannya.
2.
Selalu dihubungkan dengan prosesi pra
dan paska kematian manusia. Misal, banyak dari sumber-sumber tersebut
menggambarkan anjing sebagai asisten dewa kematian; yang berperan dalam proses
perpindahan ruh dari jasad.
Kisah-kisah yang menggambarkan kesetiaan dan komitmen anjing diantaranya adalah: Si Tumang, anjing dalam hikayat dari Jawa Barat, dilukiskan kesetiaan dan pengorbanan seekor anjing bahkan hingga ia mati. (http://bit.ly/VhxOx) Di dalam al-Qur’an, ayat Al-Kahfi, Seekor anjing menunggui Tuannya dengan setia hingga ia mati. (http://bit.ly/9H81aj).
Monumen Hachiko, di stasiun Shibuya,
Jepang.
Di Jepang, Stasiun Shibuya, terdapat monumen Anjing yang didirikan sebagai
penghargaan terhadap seekor anjing yang setia. Film berdasarkan kisah nyata
tentang seekor anjing in telah menginspirasi jutaan orang di Jepang akan
indahnya kesetiaan; Hachi tetap menunggu dan mengharapkan tuannya datang di
stasiun kereta selama Sembilan tahun setelah tuannya meninggal di tempat kerja.
Di stasiun inilah biasanya tuannya tiba setelah pulang kerja. Setelah Sembilan
tahun menunggu tuannya yang tak kunjung datang, Hachi pun mati.menunggu tuannya
selama 9 tahun setelah Tuannya meninggal (Hollywood sudah mengedarkan film
tentang kisah ini berjudul ‘Hachi’). (http://bit.ly/bPos8o).
Beberapa kepercayaan di Cina dan Jepang bahkan mempercayai bahwa setelah matinya pun, ruh anjing masih dapat menjaga rumah Tuannya. Di lingkungan Negara-negara barat, anjing dikenal sebagai “Men’s best friend”. Hanya dalam lingkungan Muslim saja anjing dianggap haram (padahal Qur’an sendiri mengisahkan tentang anjing yang masuk surga pada surat Al-Kahfi). Pada budaya di belahan bumi lainnya, darah anjing disiramkan ke tanah dari tempat tinggal baru, dengan kepercayaan setelah itu tempat tingal mereka akan dilindungi oleh ruh pelindung.
Beberapa kepercayaan di Cina dan Jepang bahkan mempercayai bahwa setelah matinya pun, ruh anjing masih dapat menjaga rumah Tuannya. Di lingkungan Negara-negara barat, anjing dikenal sebagai “Men’s best friend”. Hanya dalam lingkungan Muslim saja anjing dianggap haram (padahal Qur’an sendiri mengisahkan tentang anjing yang masuk surga pada surat Al-Kahfi). Pada budaya di belahan bumi lainnya, darah anjing disiramkan ke tanah dari tempat tinggal baru, dengan kepercayaan setelah itu tempat tingal mereka akan dilindungi oleh ruh pelindung.
Sedangkan yang simbolisasi yang mengaitkan anjing dengan prosesi dan paska
kematian adalah misalnya: Anubis –yang dalam kepercayaan Mesir Kuno dianggap
sebagai dewa kematian. Peran Anubis digambarkan sebagai penimbang kebaikan dan
keburukan manusia pada saat meninggalnya. Di kepercayaan kuno Afrika, anjing
adalah penyampai pesan kehidupan dari dewa kepada manusia. Sekian ragam
kepercayaan itu menggambarkan bahwa anjing adalah pengantar roh manusia dari
mulai roh mengisi jasad, sampai meninggalkan jasad.
Anjing mengispirasikan Kesetiaan, tugas
dan komitmen dalam hidup berbuah “surga”.
Mengapa anjing menjadi figur yang penting dalam kehidupan manusia sehingga
banyak digunakan dalam berbagai symbol? Alasan utamanya adalah karena anjing
menyampaikan pesan yang sangat esensial; yakni memperlihatkan kepada manusia
-melalui berbagai simbol, mengenai cara-cara yang harus ditempuh manusia untuk
menyelesaikan tugasnya hidup di dunia, sekaligus menyediakan petunjuk tentang
parameter apa yang menyebabkan manusia dianggap “lulus” dalam tugasnya di
dunia.
Anjing menyimbolkan konsep komitmen dan dedikasi pada tugasnya. Mereka juga mencontohkan kesetiaan yang tanpa batas pada Tu(h)annya, bahkan mereka mengabaikan dirinya sendiri dan nyawanya. Tak peduli apakah anjing itu dikasih makan nasi bekas, tulang basi, ataukah daging segar, susu dan segala nutrisi; makanan apapun yang tuannya kasih, setianya tidak berbeda. Ia tidak menimbang-dagangkan apa yang ia terima dengan kesetiannya. Bahkan ia tak marah dan pergi ketika Tuannya misal memukulnya sebagai hukuman.
Anjing mencontohkan kita untuk hidup dengan melakukan karma yang baik. Bagaimana karma yang baik itu? Karya yang menghasilkan karma yang baik adalah karya yang sesuai dengan tugas dan fungsi kita; baik dalam peran kita sebagai manusia umumnya, ataupun peran profesi kita.
Tugas kita sebagai manusia adalah berdarma bakti terhadap Tu(h)an kita dan setia -bila perlu mengorbankan nyawa kita. Kita harus loyal terhadap Tuhannya pulau, Tuhannya Negara, Tuannya Bangsa, Tuhannya Bumi, Tuhannya api, Tuhannya angin, Tuhannya air, dll. dan pada akhirnya; Tuhannya semesta. Sebagai anak Negara kita wajib membela Ibu pertiwi, walaupun taruhannya jiwa dan raga.
Tugas kita dalam profesi, jika kita menjadi pedagang, hendaklah menjadi pedagang yang baik, jujur dan saling menguntungkan secara mutual; jika menjadi tentara, jadilah tentara yang disiplin dan setia terhadap Negara dan bangsa, jika jadi dokter, jadilah dokter yang memiliki komitmen terhadap –misal, sumpah kedokteran dll.
Dalam Bhagavad Gita, Arjuna diperintahkan Sri Krishna untuk melanjutkan perang, meski konsekuensinya ia harus memerangi saudara-saudaranya sendiri; sebagai ujian kesetiaan dalam melaksanakan Dharmabhakti.
Karya yang konsisten dan disertai kesetiaan (Bhakti) pada Tu(h)an dan komitmen (Dharma) melalui Karya yang baik, akan menghasilkan karma yang positif yang menghasilkan Moksha –lepas dari Samsara. Q.S. Al-Kahfi menggambarkan bahwa upah bagi anjing yang setia adalah “Surga”
Anjing menyimbolkan konsep komitmen dan dedikasi pada tugasnya. Mereka juga mencontohkan kesetiaan yang tanpa batas pada Tu(h)annya, bahkan mereka mengabaikan dirinya sendiri dan nyawanya. Tak peduli apakah anjing itu dikasih makan nasi bekas, tulang basi, ataukah daging segar, susu dan segala nutrisi; makanan apapun yang tuannya kasih, setianya tidak berbeda. Ia tidak menimbang-dagangkan apa yang ia terima dengan kesetiannya. Bahkan ia tak marah dan pergi ketika Tuannya misal memukulnya sebagai hukuman.
Anjing mencontohkan kita untuk hidup dengan melakukan karma yang baik. Bagaimana karma yang baik itu? Karya yang menghasilkan karma yang baik adalah karya yang sesuai dengan tugas dan fungsi kita; baik dalam peran kita sebagai manusia umumnya, ataupun peran profesi kita.
Tugas kita sebagai manusia adalah berdarma bakti terhadap Tu(h)an kita dan setia -bila perlu mengorbankan nyawa kita. Kita harus loyal terhadap Tuhannya pulau, Tuhannya Negara, Tuannya Bangsa, Tuhannya Bumi, Tuhannya api, Tuhannya angin, Tuhannya air, dll. dan pada akhirnya; Tuhannya semesta. Sebagai anak Negara kita wajib membela Ibu pertiwi, walaupun taruhannya jiwa dan raga.
Tugas kita dalam profesi, jika kita menjadi pedagang, hendaklah menjadi pedagang yang baik, jujur dan saling menguntungkan secara mutual; jika menjadi tentara, jadilah tentara yang disiplin dan setia terhadap Negara dan bangsa, jika jadi dokter, jadilah dokter yang memiliki komitmen terhadap –misal, sumpah kedokteran dll.
Dalam Bhagavad Gita, Arjuna diperintahkan Sri Krishna untuk melanjutkan perang, meski konsekuensinya ia harus memerangi saudara-saudaranya sendiri; sebagai ujian kesetiaan dalam melaksanakan Dharmabhakti.
Karya yang konsisten dan disertai kesetiaan (Bhakti) pada Tu(h)an dan komitmen (Dharma) melalui Karya yang baik, akan menghasilkan karma yang positif yang menghasilkan Moksha –lepas dari Samsara. Q.S. Al-Kahfi menggambarkan bahwa upah bagi anjing yang setia adalah “Surga”
.Anjing sebagai simbolisasi dari Kematian
dan Transpirasi spiritual
Anubis, pada Papyrus dalam Sarcophagus
Gambar di atas diadaptasi dari papyrus yang biasanya terdapat pada sarcophagus
(“peti mati” tempat mumi disemayamkan). Ketika seseorang mati, maka hatinya
akan diukur-timbang dengan sehelai bulu sayap. Penimbangan ini dilakukan oleh
Anubis, dewa berkepala anjing. Jika hatinya lebih ringan daripada bulu, maka
seseorang tersebut akan diijinkan untuk melanjutkan perjalanannya. Dewa Thoth,
akan menjadi saksi pencatat. Paling kanan, Ammit menunggu untuk memakan hatinya
jika lebih berat daripada bulu –yang artinya “hatinya belum selembut, seringan
dan sehalus bulu” sehingga dianggap belum pantas untuk mengalami
asensi/kenaikan.
Mengapa diukur-timbang dengan bulu? Bulu dianggap tidak memiliki densitas/berat yang berarti, bisa diasumsikan nol dibandingkan materi lainnya. Hal ini bermakna bahwa “kebaikan” “tidaklah memiliki nilai positif”, karena pada fitrahnya, ruh ringan, putih dan bersih tanpa dosa. Yang diistilahkan ‘berbuat baik’ pada perspektif ini adalah “hanyalah” menjaganya tetap putih dan bersih, tanpa terlumuri kotoran). Ruh yang putih bersih tidak bisa “lebih baik” lagi).
Lalu kemanakah tujuan ruh yang naik (karena tidak terbebani dosa)? Dari bumi, ia akan hijrah ke planet lain yang dinamakan ‘DOG star’, atau Sirius (Osiris), sebagai bagian dari konstelasiCanis Major (Anjing Besar). Tentu tidak kebetulan bahwa Sirius juga dinamakan ‘Bintang Anjing’. ‘Sirius’ juga merupakan variasi kata dari ‘Osiris’.
Dalam Al-Qur'an fenomena ini juga disinggung. An-Najm 53:49. "Dan Dialah Tuhan dari bintang As-Syira (Sirius); 53.9. Tentu kutipan ini sejalan dengan konsep Anubis dan Dewa Osiris (Sirius/Dog-Star) dalam budaya Mesir. Jaman dulu Sirius ini dipuja dan dianggap Tuhan oleh kaum Pagan di Mesir dan sekitarnya. Buku tulisan Quraish Shihab menyatakan bahwa: Nama "Bintang Anjing' ini sudah dikenal sejak 3000 thn yg lalu. dalam tulisan Hieroglyph ditemukan gambar anjing yg yg melambangkan bintang ini.
Mengapa diukur-timbang dengan bulu? Bulu dianggap tidak memiliki densitas/berat yang berarti, bisa diasumsikan nol dibandingkan materi lainnya. Hal ini bermakna bahwa “kebaikan” “tidaklah memiliki nilai positif”, karena pada fitrahnya, ruh ringan, putih dan bersih tanpa dosa. Yang diistilahkan ‘berbuat baik’ pada perspektif ini adalah “hanyalah” menjaganya tetap putih dan bersih, tanpa terlumuri kotoran). Ruh yang putih bersih tidak bisa “lebih baik” lagi).
Lalu kemanakah tujuan ruh yang naik (karena tidak terbebani dosa)? Dari bumi, ia akan hijrah ke planet lain yang dinamakan ‘DOG star’, atau Sirius (Osiris), sebagai bagian dari konstelasiCanis Major (Anjing Besar). Tentu tidak kebetulan bahwa Sirius juga dinamakan ‘Bintang Anjing’. ‘Sirius’ juga merupakan variasi kata dari ‘Osiris’.
Dalam Al-Qur'an fenomena ini juga disinggung. An-Najm 53:49. "Dan Dialah Tuhan dari bintang As-Syira (Sirius); 53.9. Tentu kutipan ini sejalan dengan konsep Anubis dan Dewa Osiris (Sirius/Dog-Star) dalam budaya Mesir. Jaman dulu Sirius ini dipuja dan dianggap Tuhan oleh kaum Pagan di Mesir dan sekitarnya. Buku tulisan Quraish Shihab menyatakan bahwa: Nama "Bintang Anjing' ini sudah dikenal sejak 3000 thn yg lalu. dalam tulisan Hieroglyph ditemukan gambar anjing yg yg melambangkan bintang ini.
Konstelasi Canis Major (Anjing Besar),
di dalamnya termasuk Sirius (Bintang Anjing)
Tugas ruh sebagai manusia sudah selesai di bumi. Ia akan pindah ke alam lain.
Ke kelas lain, dengan “mata pelajaran” serta tugas dan fungsi yang lain. Ruh
akan terus berkelana belajar mengenal dan mencari dirinya sendiri, digembleng
hingga ia “eling” dan menjadi segambar dan serupa denganNya (Kitab Kejadian
1:26)
Love and Light,
Hendra Hendarin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar