Kamis, 16 Maret 2017

PAGAN

Sumber : https://id.wikipedia.org dan lainnya.

Pagan atau secara luas di kategorikan klenik dalam bahasa Indonesia, telah memiliki  persepsi negatif akibat "pemograman mental budak", di era penjajahan selama 3,5 abad silam.
Unsur mitos dan legenda telah di kaburkan  dan di kuburkan,

Klenik atau pagan bukan hal yang salah atau negatif!,

Klenik atau pagan adalah tradisi  nenek moyang suatu bangsa yang patut dilestarikan karena menjelaskan dari RASi bintang asal suatu bangsa, dan mereka akan kembali kepada cahaya asal.

Kembali mengali JATIDIRI bangsa, pasti akan merasa BANGGA menjadi bangsa INDONESIA yang memiliki nenek moyang yang memiliki tradisi luhur yang mengatur hubungan sesama dengan sang PENCIPTA.

Kultur budaya lokal adalah ciri dari mana ASAL CAHAYA bangsa tersebut.

Jadi maaf...... INDONESIA adalah BUMI PARAHYANGAN, cahaya asal bangsa Indonesia atau SUNda nusantaRA memiliki asal cahaya nya sendiri,
Leluhur bangsa ini turun dari KAHYANGAN, bukan di ciptakan oleh ras alien, atau hibrid alien.




Kekristenan, yang adalah kaum Yahudi.

Saat agama-agama Abrahamik mulai menjadi lebih banyak diadopsi secara luas (dalam proses-proses yang dikenal sebagai Kristenisasi dan Islamisasi),


Istilah pagan berasal dari kata Latin Akhir paganus, dimunculkan kembali selama era Renaisans. Kata itu sendiri berasal dari kata Latin Klasik pagus yang awalnya berarti 'wilayah yang dibatasi oleh penanda-penanda', paganus pada saat itu juga berarti 'dari atau berkaitan dengan daerah pedesaan', 'penghuni negeri', 'penduduk desa'; dengan perluasan, 'rustic', 'tidak terpelajar', 'yokel', 'bumpkin'; dalam jargon militer Romawi, 'non-kombatan', 'penduduk sipil', 'tentara tak terlatih'. Kata tersebut berhubungan dengan pangere ('mengencangkan', 'memperbaiki atau membubuhkan') dan bagaimanapun berasal dari imbuhan Proto-Indo-Eropa*pag- ('memperbaiki' dalam pengertian yang 
sama).

Pagan

Adalah sangat penting untuk menekankan sejak awal bahwa hingga abad ke-20 orang-orang tidak menyebut diri mereka penganut pagan untuk mendeskripsikan agama yang mereka praktikkan. Gagasan tentang paganisme, sebagaimana dipahami secara umum saat ini, diciptakan oleh Gereja Kristen awal. Itu merupakan sebuah label yang digunakan kalangan Kristen terhadap kalangan lainnya, salah satu antitesis yang penting dalam proses definisi diri Kristen. Oleh karena itu, sepanjang sejarah [label] tersebut biasanya digunakan dalam pengertian merendahkan.
Owen DaviesPaganism: A Very Short Introduction, 2011
Paganisme adalah sebuah istilah yang pertama kali muncul di antara komunitas Kristen di Eropa bagian selatan selama Abad Kuno Akhir sebagai suatu deskriptor atas agama-agama selain agama mereka sendiri, atau agama Abrahamik terkait; yaitu Yudaisme dan Islam.
Saat agama-agama Abrahamik mulai menjadi lebih banyak diadopsi secara luas (dalam proses-proses yang dikenal sebagai Kristenisasi dan Islamisasi), mulai berkembang berbagai nama untuk mendeskripsikan mereka yang tidak menganutnya; beberapa di antaranya termasuk Hellene, pagan, serta heathen (seringkali diterjemahkan sebagai "kafir"), dan terkadang nama-nama tersebut digunakan sebagai penghinaan.

Selain infidel dan heretic (bidah/sesat), istilah tersebut digunakan juga oleh rekan-rekan Kristen sebagai salah satu dari beberapa peyoratif untuk istilah gentile (גוי / נכרי; orang non-Yahudi) sebagaimana digunakan dalam Yudaisme, serta untuk istilah kafir (كافر, 'orang yang tidak percaya') dan syirik (مشرك, 'penyembah berhala') sebagaimana dalam Islam.

Hal ini dipengaruhi oleh keanggotaan awal Kekristenan, yang adalah kaum Yahudi. Pada waktu itu kaum Yahudi membedakan diri dari orang-orang asing berdasarkan agama, bukan standar-standar etno-kultural, dan kaum Kristen Yahudi awal juga melakukan hal serupa.

Menyebut paganisme sebagai "agama-agama asli pra-Kristen" dipandang sama sekali tak dapat dipertahankan. Tidak semua tradisi pagan dalam sejarah merupakan pra-Kristen atau asli dari tempat-tempat ibadahnya.


Muhammad dan Islamisasi di Jazirah Arab

Kebanyakan kaum pagan Arab menjadi hampir punah selama zaman Muhammad melalui proses Islamisasi. Bulan-bulan suci kaum pagan Arab yaitu bulan ke-1, ke-7, ke-11, dan ke-12 dalam kalender Islam. Setelah Muhammad menaklukkan Mekkah, ia mulai mengonversi kaum pagan. Salah satu kampanye militer yang diperintahkan Muhammad terhadap kaum pagan Arab yaitu Penghancuran Dzul Khalashah. Peristiwa itu terjadi pada bulan April dan Mei 632 M, pada tahun 10 H dalam Kalender Islam. Dzul Khalashah disebut sebagai sebuah berhala maupun kuil, dan dikenal beberapa kalangan sebagai Ka'bah Yaman, yang dibangun dan dipuja oleh suku-suku pagan.

Ketertarikan akan tradisi-tradisi pagan timbul kembali dalam Abad Renaisans, pada mulanya dalam magi Renaisans sebagai suatu kebangkitan magi Yunani-Romawi. Pada abad ke-17, deskripsi paganisme berpaling dari aspek teologis ke etnologis, dan agama mulai dipahami sebagai bagian dari identitas etnis suatu bangsa, kemudian studi tentang agama-agama dari bangsa-bangsa "primitif" memicu berbagai pertanyaan seperti sejarah pasti asal mula agama. Oleh karenanya, Nicolas-Claude Fabri de Peiresc melihat agama-agama pagan Afrika pada zamannya sebagai peninggalan yang pada dasarnya dapat menjelaskan mengenai paganisme historis pada Era Klasik.


Paganisme tampil kembali sebagai sebuah topik berdaya tarik pada Romantisisme abad ke-18 sampai ke-19, khususnya dalam konteks kebangunan sastra Viking dan Keltik, yang menggambarkan penganut-penganut politeis Keltik dan Jermanik sebagai "noble savages" ("manusia primitif yang luhur").
Pada abad ke-19 juga terjadi banyak ketertarikan keilmuan dalam rekonstruksi mitologi pagan dari folklor atau dongeng. Hal ini terutama diupayakan oleh Grimm Bersaudara, khususnya Jacob Grimm dalam Mitologi Teutonik karyanya, dan Kalevala yang dikompilasi oleh Elias Lönnrot. Karya Grimm Bersaudara mempengaruhi para kolektor lainnya, menginspirasi mereka untuk mengumpulkan cerita-cerita dan membawa mereka untuk dengan cara yang sama meyakini bahwa dongeng-dongeng dari suatu bangsa secara khusus merepresentasikannya, dengan mengabaikan pengaruh lintas budaya. Di antara mereka yang terbawa pengaruhnya yaitu Alexander Afanasyev dari Rusia, Peter Christen Asbjørnsen dan Jørgen Moe dari Norwegia, serta Joseph Jacobs dari Inggris.

Ketertarikan Romantisis dalam antikuitas non-klasik terjadi bersamaan dengan bangkitnya nasionalisme romantis dan bangkitnya negara kebangsaan dalam konteks Revolusi 1848, yang mengarah pada terciptanya berbagai epik kebangsaan dan mitos kebangsaan bagi beragam negara yang baru terbentuk. Topik pagan atau cerita rakyat juga umum dalam nasionalisme musikal pada periode tersebut.
Prudence Jones dan Nigel Pennick dalam Suatu Sejarah Eropa Pagan (1995) karya mereka mengklasifikasikan agama-agama pagan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:

  • Politeisme: agama-agama pagan yang mengakui suatu pluralitas kodrat ilahi, yang mungkin atau mungkin tidak dianggap aspek-aspek dari suatu kesatuan yang mendasari (pembedaan politeisme lunak dan keras).
  • "Berbasis alam": agama-agama pagan yang memiliki suatu konsep keilahian Alam, yang mereka anggap sebagai suatu manifestasi ilahi, bukan sebagai ciptaan yang "jatuh" sebagaimana terdapat dalam kosmologi dualistik.
  • "Perempuan suci": agama-agama pagan yang mengakui "prinsip ilahi perempuan", diidentifikasi sebagai "sang Dewi" (berbeda dengan dewi-dewi individual), di samping atau menggantikan prinsip ilahi laki-laki sebagaimana diungkapkan dalam Allah Abrahamik.
Pada zaman modern, "Heathen" dan "Heathenry" semakin banyak digunakan untuk menyebut cabang-cabang neopaganisme tersebut yang terilhami oleh agama-agama pra-Kristen dari bangsa Jermanik, Skandinavia, dan Anglo-Sachsen.

Kekristenan adalah salah satu agama Abrahamik dan monoteistik.[ Kaum Yahudi terkadang memersepsikannya sebagai salah satu bentuk politeisme karena doktrin Kristen tentang Tritunggal (yang secara sekilas tampak seperti Triteisme)] atau perayaan sejumlah hari keagamaan yang awalnya dianggap berkaitan dengan agama-agama pagan] dan praktik-praktik lainnya – melalui suatu proses yang dideskripsikan sebagai "membaptis" atau "Kristenisasi". Bahkan di antara kalangan Kristen, terdapat tuduhan-tuduhan serupa sehubungan dengan penyembahan berhala, khususnya oleh kalangan Protestan, terhadap Gereja Katolik Roma dan Gereja-Gereja Timur atas venerasi ("penghormatan") yang mereka lakukan pada orang-orang kudus dan gambar-gambarArthur Weigall, seorang ahli Mesir kuno dari Inggris, berpendapat bahwa doktrin-doktrin penting Kekristenan telah dipengaruhi oleh paganisme atau okultisme Eropa



Tidak ada komentar:

Posting Komentar