Jumat, 28 April 2017

Ajaran Matahari


Ajaran/Kepercayaan Sunda/Matahari
·               by LQ Hendrawan on Sunday, 22 April 2012 at 15:46

Ajaran/ kepercayaan Sunda (Matahari) pada mulanya disampaikan oleh Sang Sri Rama Mahaguru Ratu Rasi Prabhu Shindu La-Hyang / Sang Hyang
Tamblegmeneng ( bapak dari Da Hyang Su-Umbi = Dayang Sumbi ) putra dari Sang Hyang Watu Gunung Ratu Agung Manikmaya yang lebih dikenal sebagai Aji Tirem
( Aki Tirem ) atau Aji Saka Purwawisesa.
Inti ajaran Prabhu Sindhu atau Sintho (di Jepang) dan di India menjadi HINDU (Hindus) Adalah Ajaran 'budhi-pekerti' dan ketata-negaraan yang disebut sebagai La-Hyang Salaka Domas dan La-Hyang Salaka Nagara.  ( sumber wikipedia )

Ajaran Sunda lebih dikenal dengan sebutan Sundayana (yana = way of life,aliran, ajaran, agama) artinya adalah “ajaran Sunda atau kepercayaan Matahari” yang dianut oleh bangsa Galuh, khususnya di Jawa Barat.

Sundayana disampaikan secara turun-temurun dan menyebar ke seluruh dunia melalui para Guru Agung ( Guru Besar/ Batara Guru ), masyarakat Jawa-Barat lebih mengenalnya dengan sebutan Sang Guru Hyang atau dengan sebutan “Guriang” yang artinya “Guru Hyang” juga, dari cerita itu ada sambung menyambung dengan Salaka Domas, Salaka Nagara Kalimasada ( 2 kalimat syahahadat ).

Inti dari ajaran Sunda adalah “welas-asih” atau cinta-kasih, dalam bahasa Arab-nya disebut “rahman-rahim”, sebab adanya rasa welas-asih ini yang menjadikan seseorang layak disebut sebagai manusia. Artinya, dalam pandangan kepercayaan Sunda ( bangsa Galuh ) jika seseorang tidak memiliki rasa welas-asih maka ia tidak layak untuk disebut manusia, lebih tepatnya sering disebut sbg Duruwiksa (Buta) mahluk biadab.

Sundayana terbagi dalam tiga bidang ajaran dalam satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah ( Kemanunggalan ) yaitu;

  1. Tata-Salira/ Kemanunggalan Diri; berisi tentang pembentukan kualitas manusia yaitu, meleburkan diri dalam “ketunggalan” agar menjadi “diri sendiri” (si Swa) yang beradab, merdeka dan berdaulat atau menjadi seseorang yang tidak tergantung kepada Apapun Dan Siapapun Selain kepada diri sendiri.
  1. Tata-Naga-Ra/ Kemanunggalan Negeri ; Yaitu Memanunggalkan masyarakat/ bangsa (negara) Dalam Berkehidupan di Bumi secara beradab, merdeka dan berdaulat. Pembangunan Negara Yg mandiri, tdk menjajah dan tidak dijajah.
  1. Tata-Buana/ Kemanunggalan Bumi; ialah kebijakan universal ( kesemestaan) untuk memanunggalkan Bumi dengan segala isinya dalam semesta kehidupan agar tercipta kedamaian hidup di Buana.                                                                                                                          
Dari berbagai sumber Inti pola dasar ajaran Sunda adalah “berbuat baik dan benar yang dilandasi oleh kelembutan rasa welas-asih”. Pola dasar tersebut diterapkan melalui Tri-Dharma ( Tiga Kebaikan ) yaitu sebagai pemandu ‘ukuran’ nilai atas keagungan diri seseorang/ derajat manusia diukur berdasarkan dharma ( kebaikan ).

  1. Dharma Bakti, ialah seseorang yang telah menjalankan budhi kebaikan terhadap diri, keluarga serta di lingkungan kecil tempat ia hidup, manusianya bergelar “Manusia Utama”.
  2. Dharma Suci, ialah seseorang yang telah menjalankan budhi kebaikan terhadap bangsa dan negara, manusianya bergelar “Manusia Unggul Paripurna” ( menjadi idola ).
  3. Dharma Agung, ialah seseorang yang telah menjalankan budhi kebaikan terhadap segala peri kehidupan baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, yang tercium, yang tersentuh dan tidak tersentuh, segala kebaikan yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, manusianya bergelar “Manusia Adi Luhung” ( Batara Guru ).
Dalam agama Islam bisa jadi arti ini adalah tingkatan dari Syariat, Tarikat, Hakikat yang jika semua sudah tercapai menjadi Ma'rifat.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam Tri-Dharma ini kelak menjadi pokok ajaran “Budhi-Dharma” ( Buddha ) yang mengutamakan budhi kebaikan sebagai
bukti dan bakti rasa welas-asih terhadap segala kehidupan untuk mencapai
kebahagiaan, atau pembebasan diri dari kesengsaraan. Ajaran Tri-Dharma  dilanjutkan dan dikembangkan oleh salah seorang tokoh Mahaguru Rasi Shakyamuni – Sidharta Gautama ( ‘Sang Budha’ ), seorang putra mahkota kerajaan Kapilawastu di Nepal –India. Pembentukan Tri-Dharma Sunda dilakukan melalui tahapan yang berbeda sesuai dengan tingkatan umurnya yaitu :

  1. Dharma Rasa, ialah mendidik diri untuk dpt memahami “rasa” ( kelembutan ) di dalam segala hal, sehingga mampu menghadirkan keadaan “ngarasa jeung rumasa” ( menyadari rasa dan memahami perasaan ) / Empaty. Dengan demikian dalam diri seseorang kelak muncul sifat menghormati, menghargai, dan kepedulian terhadap sesama serta kemampuan merasakan yang dirasakan oleh orang lain ( pihak lain ), hal ini merupakan pola dasar pembentukan sifat “welas-asih” dan manusianya kelak disebut “Dewa-Sa”.
  2. Dharma Raga, adalah mendidik diri dalam bakti nyata ( bukti ) atau mempraktekan sifat rasa di dalam hidup sehari-hari ( *bukan teori ) sehingga kelak keberadaan/ kehadiran diri dapat diterima dg senang hati ( bahagia ) oleh semua pihak dalam keadaan “ngaraga jeung ngawaruga” ( menjelma dan menghadirkan ). Hal ini merupakan pola dasar pembentukan perilaku manusia yang dilandasi oleh kesadaran rasa dan pikiran. Seseorang yang telah mencapai tingkatan ini disebut “Dewa-Ta”.
  3. Dharma Raja, adalah mendidik diri untuk menghadirkan “Jati Diri” sebagai manusia “welas-asih” Yang Seutuhnya Dalam Segala Perilaku Kehidupan “memberi Tanpa diberi” atau memberi tanpa menerima ( tidak ada pamrih ). Tingkatan ini merupakan pencapaian derajat manusia paling terhormat yang patut Dijadikan suri-teladan bagi semua pihak serta layak disebut ( dijadikan ) Pemimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar