Negri Galih Pakuan terkenal sebagai negri yang
makmur, murah sandang dan pangan.
Raja Sang
Permana di Kusuma bijaksana dan adil “palamarta”.
Sang Raja di
damingi oleh dua permaisuri yaitu Perimaisuri Naganingrum dan Dewi Pangrenyep.
Mama Léngsér sebagai
sesepuh karaton, dan mentri yang di kenal sebagai Arya Kebonan.
Suatu hari
Sang Raja sedang tidur, datanglah Mentri Arya Kebonan. Dan berguman,”Enak jadi
Raja, hidup penuh dengan kesenangan, bagaimana kalau saya jadi Raja saja”.
Kangjeng Raja mendengar
ucapan itu, “Kamu ingin jadi Raja?”.
Arya Kebonan
kaget dan malu.
Sang Raja bersabda
lagi, “Ucapanmu saya dengar, bila engkau ngin jadi Raja, dan mampu
melaksanakannya akan kami coba”.
Sekarang KAMI
akan betapa, Negri Galih Pakuan dan segala isinya akan KAMI pasrahkan. Tapi
ingat harus adil “palamarta”, serta jangan menganggu Permaisuri.
“Apakah kamu
sanggup?”.
Arya Kebonan bingung
dan langsung menyembah, mohon maaf.
“Kalau saya di
terima sebagai wakil Raja, saya terima”.
“Syukur kalau kamu sanggup,” sabda Sang Raja,
“Selama KAMI
tapa, kamu yang mewakili dan namamu
sekarang adalah Radén Galuh Barma Wijaya Kusuma.”
Sang Raja betapa di Gunung Padang, dan selanjutnya di kenal
sebagai Ajar Sukaresi.
Tapi tak ada
orang yang tahu bahwa beliau adalah Raja Galih Pakuan.
Yang tahu
semua ini hanya Arya Kebonan jeung Mama Léngsér.
Raja baru,
Radén Galuh Barma Wijaya Kusuma, duduk di ursi kerajaan dan langsung memerintah
kepada Mama Léngsér,“Hé Léngsér, kamu harus memukul bedug, dan beritakan bahwa Kangjeng Raja,
Sang Permana
di Kusuma sekarang menyembah dengan
kakinya, “
“Hé Léngsér, kenapa
menyembah dengan kaki kepada Raja?”
Jawab Mama Léngsér, “Ih, saya tidak suka hati, Raja Sepuh
muda kebamli dan tampan tiada tandingnya.”
Kata Raja, “Syukur kalau begitu.”
.
Abdi-abdi
negri Galih Pakuan percaya, bisa saja Sang Raja Permana di Kusuma sakti mandraguna.
Pada suatu
hari kedua Permaisuri menceritakan mimpi kejatuhan bulan, dan sudah di ramal
oleh Ajar Sukaresi. Keduanya akan memiliki putra.
Mendengar itu
Sang Raja ingin mencoba kesaktian Ajar Sukaresi.
Kedua
permaisuri di dandani seperti orang hamil, yang satu di suruh mengunakan kuali
dan yang satu mengandung bokor emas.
Ajar Sukaresi di panggil dari Gunung Padang.
Ki Ajar di
cobai oleh Sang Raja, “Coba Ki Ajar
sebutkan, kedua Permaisuri ini mengandung atau tidak”.
Jawab Ki Ajar, “Iya, sedang mengandung.”
“Anak laki-aki
atau anak perempuan?”
“Iya, putranya
dua-duanya laki-laki.”
Sang Raja
marah dan di perintahkan untuk memperlihatkan Bokor dan kuali.
Maksudnya
adalah untuk menunjukan bahwa Ki Ajar
bohong.
Bokor emas ditendang,
jatuh di Pulo Sumatra, makanya di Sumatra banyak emas.
Kuali di
tendang dan jatuh dei desa yang di sebut kota “kawali”/ kuali sampai saat ini.
Sang Raja sangat
marah dan mencabut kerisnya di taruh di leher Ki Ajar, tapi keris lbengkok.
Ki Ajar memperlihatkan raganya saja, sukma nya keluar
dari raga yang tanpa daya. Ingin memuaskan diri Sang Raja raga Ki Ajar ditendang
dan jatuh di Gunung Padang dan berubah
menjadi ular yang dikenal sebagai Nagawiru.
Diceritakan
bahwa kedua Permaisuri itu benar-benar mengandung, dan melahirkan Putra laki-laki yang di beri
nama Aria Banga.
Kira-kira
selisih sebulan Sang Raja mendatangi Permaisuri Naga¬ningrum, karena sudah
sepuluh bulan mengandung.
Permaisuri sedang menangis, dan Sang Raja memanjakannya.
Tak lama
kemudian Sang Raja bangun, karena mendengar
,”Hé Raja dolim!”.
Engkau telah
menyiksa Ki Ajar Sukaresi, yang tidak bersalah dan berdosa.
Karena itu
engkau akan menerima balasannya.
Sang Raja menyangka,
permaisuri Naganingrum yang bicara, tak tahunya suara itu dari perut Permaisuri
Naganingrum.
Sang Raja
memanggil ahli nujum, katanya anak permaisuri Naganingrum bengis, dan akan
menghancurkan negri.
Saat itu juga Naganingrum
di usir ari istana.
Permaisuri Déwi Pangrenyep diperintahkan oleh Sang Raja, kalau permaisuri melahirkan,
anaknya harus di hanyutkan di sungai.
Itakanlah bahwa
permaisuri Naganingrum akan melahirkan dan mencari paraji dan tidak menemukan
seorangpun.
Permaisuri Déwi
Pangrenyep,menyuruh semua paraji pergi dan ia sendiri yang datang pura-pura
hendak menolong.
Permaisuri Naganingrum langsung diurus, telinganya di
tutup kapas, matanya di tutup malam dan kedua tangannya di ikat.
Permaisuri Naganingrum
kagét, “Kenapa Nyai kenapa menyiksa seperti ini, kakak tidak dapat mendengar
apa-apa dan tak dapat melihat apa-apa”.
“Maklum saja
Kakak,” jawab permaisuri Déwi Pangrenyep,
“Beginilah
kalau mau melahirkan.”
Permaisuri Naganingrum
melahirkan seorang putra yang tampan, tali ari-arinya di poong oleh permaisuri Déwi Pangrenyep. Bayinya di taruh dalam “kan-daga”, serta di
taruh satu telur ayam, di tutup rapat
dan di hanyutkan di sungai Citanduy.
Ditunjukanlah
kepada Sang Raja, bahwa permaisuri Naganingrum
melahirkan anak anjing.
Sang Raja
sangat marah, dan menitahkan mama Léngsér
membunuh permaisuri Naganingrum.
Mama Léngsér berpikir
panjang .
Kandaga berisi
bayi mengalir si dungai Citanduy, dan nyangkut di tepian sungai di tempat Aki Balangantrang dan Nini Balangantrang yang
bermimpi memangku bulan.
Nini sangat
senang bakal menerima kebahagiaan.
Kandaga di
ambil oleh Aki, di bawa ke Geger Sunten.
Bayi yang baru
berumur tujuh hari seperti bayi berumur tujuh bulan.
Umur tjuh
bulan seperti berumur yujuh tahun, malah akhirnya beranjak remaja.
Aki dan Nini
sangat menyayanginya, dan belum di beri nama.
Suatu hari
Nini-Aki Balangantrang ke hutan mengajak anak laki-lakinya.
Melihat burung
meloncat-loncat di pohon, anak itu bertanya, “Aki, burung apa itu namanya?”.
“Itu burung
Ciung,” jawab Aki.
Tak lama
kemudian, melihat binatang mengerayang.
“Kalau itu, binatang apa namanya, Ki?”
“Itu namanya wanara,”
Jawab Aki.
“Bagaimana Ki,
kalau nama saya adalah Ciung Wanara?”
“Wah, bagus
sekali nama nya,” kata Aki.
Sejak saat itu
namanya Ciung Wanara.
Suatu hari Ciung
Wanara terbang di awang-¬awang melihat karaton Galih Pakuan.
Kebetulan Aria
Banga sedang bermain, di asuh oleh
paramenak.
Ciung Wanara miris
hatinya melihat Aria Banga begitu di banggakan. Sedangkan dirinya sangat
sengsara hidup di desa kecil.
Turun lagi ke bumi, di depan Aki Balangantrang.
Ciung Wanara
téh sasauran, ingin memiliki ayam adu.
“Di sini tidak ada ayam adu, itu saja telur
yang ada dalam kandaga bawa ke Gunung Padang, minta di erami pada Nagawiru.”
Ciung Wanara langsung pergi ke Gunung Padang.
Sesmpainya
dari Gunung Padang, sambil membawa ayam
jago Ciung Wanara menceritakan bahwa Ciung Wanara tidak dipercaya sebagai anak Nini-Aki Balangantrang.
Aki
Balangantrang bermimpi, bahwa Ciung Wanara sebenarnya anak
Sang Per¬mana
di Kusuma dari peraisuri Naganingrum.
“Kalau
begitu,” kata Ciung Wanara,
“Saya akan
pergi ke kota Galih Pakuan,dan mengadu ayam di sana.
Ayam ini akan
di adu dengan ayam raja”.
Aki dan Nini Balangantrang bingung.
Sebelum pergi Ciung
Wanara, dipeluk dan didoakan olehNini dan Aki.
bari
padangadoakeun sing lulus banglus.
Ciung Wanara terbang
dan berganti rupa menjadi anak hitam jelek dengan perut buncit.
Ayam nya juga
jelekayam tidak seperti adu.
Saat di tanya
dan anak siapa Ciung Wanara menjawab seenak nya saja.
“Saya anak Inu, istrinya bapa.
Desa saya yang
di kelilingi pohonn dan rumahnya menghadap halaman dan di pinggir halaman
belakang.
Saat di tanya
nama, saya bukan tekukur.”
Di
alun-alun, menjadi Ciung Wanara.
Sang Raja
memerintahkan Mama Léngsér mencari anak
itu dan merasa bahwa anak iu hnaya waruga nya saja dan batinnya merasa bahwa
itu adalah tuannya Sang Permana di Kusuma.
Ciung Wanara
dihadapkan kepada Raja.
“Saya Gusti Ciung Wanara, anak Aki Bala¬ngantrang dari Geger Sunten”.
Saya ke sini
mau mengadu ayam, inuk ayam bertelur setahun di dalam kandaga dan sebelum
menetas hanyut dulu”.
Kata Sang
Raja, “Hayam kami si Jelug,makannya juga sehari “satanggungan””.
Ayam kamu
pasti kalah.
Apa taruhan mu?”
Seru Ciung
Wanara,“Kalau Ayam saya kalah, saya meyerahkan diri, sebaliknya bila milik
Gusti kalah, saya mnta separuh negri”.
Sang Raja merasa
kan menang, karena si Jelug belum pernah kalah.
Hanya satu
gebrakan saja si Jelug langsung mati.
Sang Raja
berkata, “Ke sini Radén!
Ama akan
membagi negri, Negri Galih Pakuan dibagi dua.
Sebelah barat
bagian Ciung Wanara, belah Timur bagian
Aria Banga.”
Aria Banga di
panggil dan keduanya mendapat gelar “Sang Prabu”.
Prabu Ciung
Wanara sudah bertemu ibunya permaisuri Naganingrum.
Suatu hari Ciung
Wanara bersabda kepada Mama Lengser,membicarakan sudah saat nya memenjarakan Sang Raja bersama
abdinya yang jahat.
Sang Raja tidak
curiga, di iringi permaisuri Déwi
Pangrenyep, melihat-lihat penjara yang sudah selesai di buat, dan mereka masuk ke
dalam melihat-lihat.
Saat itu oleh Ciung Wanara, pintu penjara di kunci.
Sang Raja dan
permaisuri memanggil dan Ciung Wanara tidak menoleh.
Aria Banga
melihat Ibu dan bapanya di penjara, langsung berkelahi.
Aria Banga di
lemparkan ke sebrang sungai sebelah Timur.
Pangéran Aria
Banga ingat dan mengatakan, “Sekarang ita hentikan permusuhan, tidak baik
bertarung dengan saudara, lebih baik mengurus negri, Kakak ke Timur dan saya ke
Barat, Sungai ini enjadi batas nya dan kita namakan CIPAMALI.”
Pamali berantem
dengan saudara.”
Setelah itu,
Ciung Wanara kembali ke negrinya, sedangkan penjara itu di terjang dan jatuh di
desa yang sekarang di sebut Kandangwesi sampai sekarang.
Dayeuh Galih
Pakuan dipindahkan ke sebelah Barat dan di kenal dengan nama
Pakuan
Pajajaran.
Ciung Wanara menjadi
raja di dampingi ibunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar